Kamis, 28 Agustus 2014

Perempuan, Berhentilah Bekerja !!

Perempuan, Berhentilah Bekerja !!

Tulisan ini saya ambil dari sebuah kumpulan cerita inspiratif, sedikit saya olah dengan bahasa saya agar mudah dipahami, bukankah tulisan dengan hati akan sampai kehati, semoga memberi inspirasi seperti yang saya rasakan saat membacanya, sesak napas saya karena tak sanggup menahan haru.
 
Sore itu sambil menunggu kedatangan teman yang akan menjemput saya di masjid seusai ashar saya melihat seseorang yang berpakaian rapi, berjilbab tertutup sedang duduk disamping masjid. Kelihatannya ia sedang menunggu seseorang juga. Saya mencoba menegurnya dan duduk disampingnya, mengucapkan salam, sembari berkenalan, lumayan sambil membunuh kesendirian :)
Basa basi dan akhirnya pembicaraan sampai pula pada pertanyaan si mbak pada saya “Anti sudah menikah?”. “Belum” jawab saya dengan nada datar seperti biasa, kemudian perempuan berjubah panjang (Akhwat) itu bertanya lagi “kenapa?” duh kenapa sih musti nanya yang ini, dan pertanyaan hanya bisa saya jawab dengan senyuman, karena saya memang tidak punya jawaban kenapa belum menikah, ingin dijawab karena masih melanjutkan pendidikan, tapi rasanya itu bukan alasan, karena S2 untuk perempuan rasanya sudah lebih dari cukup :) dan untuk menutup pertanyaan tadi, i answer question with question “Mbak menunggu siapa?” saya mencoba bertanya. “Menunggu suami” jawabnya pendek.
 
Saya melihat kesamping kirinya, sebuah tas laptop dan sebuah tas besar lagi yang tak bisa saya tebak apa isinya “Mbak kerja di mana?” entah keyakinan apa yang membuatku demikian yakin jika mbak ini memang seorang wanita karier “Alhamdulillah 2 jam yang lalu saya resmi BERHENTI bekerja” jawabnya dengan wajah yang aneh menurut saya, wajah yang bersinar dengan ketulusan hati karena telah lepas dari suatu beban. “Kenapa?” tanya saya lagi. Dia hanya tersenyum dan menjawab “karena inilah PINTU AWAL kita menjadi wanita karir yang sesungguhnya, yang bisa membuat kita lebih hormat pada suami”, jawabnya tegas. Saya berfikir sejenak, apa hubungannya? Heran. Lagi-lagi dia hanya tersenyum.
“Saya bekerja di kantor, mungkin tak perlu saya sebutkan nama kantornya. Gajisaya 7jt/bulan. Suami saya bekerja sebagai penjual roti bakar di pagi hari dan es cendol di siang hari. Kami menikah baru 3bulan, dan kemarinlah untuk pertama kalinya saya menangis karena merasa durhaka padanya. Kamu tahu kenapa?
 
Waktu itu jam 7 malam, suami saya menjemput saya dari kantor, hari ini lembur. Setibanya dirumah, mungkin hanya istirahat yang terlintas dibenak kami wanita karir seperti saya. Ya, saya akui saya sungguh capek sekali ukhty. Dan kebetulan saat itu suami juga bilang jika dia masuk angin dan kepalanya pusing. Celakanya rasa pusing itu juga menyerang saya. Berbeda dengan saya, suami saya hanya minta diambilkan air putih untuk minum, tapi saya malah berkata, “Abi, umi pusing nih, ambil sendiri lah!!”.
Terbangun tengah malam menuju ke dapur, saya liat semua piring sudah bersih tercuci. Siapa lagi yg bukan mencucinya kalo bukan suami saya (kami memang berkomitmen untuk tidak memiliki khodimah)? Terlihat lagi semua baju kotor telah dicuci. Astagfirullah, kenapa abi mengerjakan semua ini? Bukankah abi juga pusing tadi malam? Saya segera masuk lagi ke kamar, berharap abi sadar dan mau menjelaskannya, tapi rasanya abi terlalu lelah, hingga tak sadar juga.
 
Rasa iba mulai memenuhi jiwa saya, saya pegang wajah suami saya itu, ya Allah panas sekali pipinya, keningnya, Masya Allah, abi demam, tinggi sekali panasnya. Saya teringat perkataan terakhir saya pada suami tadi. Hanya disuruh mengambilkan air putih saja saya membantahnya. Air mata ini menetes, air mata karena telah melupakan hak-hak suami saya.”
 
“Kamu tahu berapa gaji suami saya? Sangat berbeda jauh dengan gaji saya. Sekitar 600-700 rb/bulan. Sepersepuluh dari gaji saya sebulan. Malam itu saya benar-benar merasa sangat durhaka pada suami saya.Dengan gaji yang saya miliki, saya merasa tak perlu meminta nafkah pada suami, meskipun suami selalu memberikan hasil jualannya itu pada saya dengan ikhlas dari lubuk hatinya. Setiap kali memberikan hasil jualannya, ia selalu berkata “Umi, ini ada titipan rezeki dari Allah. Di ambil ya. Buat keperluan kita. Dan tidak banyak jumlahnya, mudah-mudahan Umi ridho”, begitulah katanya. Saat itu saya baru merasakan dalamnya kata-kata itu. Betapa harta ini membuat saya sombong dan durhaka pada nafkah yg diberikan suami saya, dan saya yakin hampir tidak ada wanita karir yg selamat dari fitnah ini”
 
“Alhamdulillah saya sekarang memutuskan untuk berhenti bekerja, mudah-mudahan dengan jalan ini, saya lebih bisa menghargai nafkah yang diberikan suami. Penyakit perempuan itu sering begitu susah jika tanpa harta, dan karena harta juga perempuan sering lupa kodratnya” Lanjutnya lagi, saya masih terdiam membiarkannya berkicau dengan cerita indahnya, iya cerita ini begitu indah ditelinga saya. Subhanallah, dan sayapun berpikir apa saya bisa seperti dia? Menerima sosok pangeran apa adanya, bahkan rela meninggalkan pekerjaan.
 
“Saya memutuskan berhenti bekerja, karena tak ingin melihat orang membanding-bandingkan gaji saya dengan gaji suami saya. Saya memutuskan berhenti bekerja juga untuk menghargai nafkah yg diberikan suami saya. Saya juga memutuskan berhenti bekerja untuk memenuhi hak-hak suami saya. Saya berharap dengan begitu saya tak lagi membantah perintah suami saya. Mudah- mudahan saya juga ridho atas besarnya nafkah itu. Saya bangga dengan pekerjaan suami saya ukhty, sangat bangga, bahkan begitu menghormati pekerjaannya, karena tak semua orang punya keberanian dengan pekerjaan seperti itu”
 
Suatu saat jika anti mendapatkan suami seperti suami saya, anti tak perlu malu untuk menceritakannya pekerjaan suami anti pada orang lain. Bukan masalah pekerjaannya ukhty, tapi masalah halalnya, berkahnya, dan kita memohon pada Allah, semoga Allah menjauhkan suami kita dari rizki yang haram”. Ucapnya terakhir, sambil tersenyum manis pada saya. Mengambil tas laptopnya, bergegas ingin meninggalkanku.
Saya melihat dari kejauhan seorang laki-laki menggunakan sepeda motor butut mendekat ke arah kami, wajahnya ditutupi kaca helm, meskipun tak ada niatku menatap mukanya. Sambil mengucapkan salam, perempuan itu meninggalkan saya. Wajah itu tenang sekali, wajah seorang istri yang begitu ridho.
 
Ya ALLAH, sekarang giliran saya yang menangis. Hari ini saya mendapat pelajaran paling berkesan. Pelajaran yang membuat saya menghapus sosok pangeran kaya yang ada dalam benak saya, Subhanallah Walhamdulillah.. Wa Laa ilaaha illallah Allahu Akbar, Semoga pekerjaan, harta dan kekayaan tak pernah menghalangimu untuk tidak menerima pinangan dari laki-laki yg baik agamanya. 
rinduku..

0 komentar:

Posting Komentar